Cerpen
Perkara
10.000
Oleh: Hengki Kurniawan
Hesa menutup Kembali pintu kamarnya.
Isak tangis masih terdengar dari luar kamarnya. Namun perlahan-lahan tangis itu
pun mulai hilang. Ia pun tertidur dengan pulas dalam keheningan malam.
Keesokan pagi ia terbangun dengan
perasan yang masih sedih, seperti langit pada pagi itu yang berwarna abu-abu.
Sepertinya akan turun hujan lebat. Perlahan ia membuka pintu kamar sambil
mengintip, melihat kiri dan kanan mengecek seisi rumah seperti seorang
mata-mata.
“ibu dan kakak sepertinya masih di
pasar, saatnya aku ke dapur untuk mengambil makanan.” Ucap Hesa dalam hati.
Ia
mengdendap perlahan seperti maling menuju ke dapur lalu sesampainya
langsung membuka kulkas dan mengambil beberapa cemilan, buah-buahan dan susu untuk
dibawa kekamarnya. Karena saat ini Hesa sedang menjalani aksi mogok makan,
sebagai aksi protes kepada ibu yang cuma memberi jajan 10.000 per hari. Ia
menuntut agar uang jajannya dinaikkan menjadi 20.000 per hari. Hingga pada
malam itu terjadi pertengkaran hebat antara Hesa dan kakaknya karena ia nekat
mengambil uang kakaknya yang ada di atas kulkas.
“Hes kmu
ambil uang kakak ya? Barusan kakak letakkan di sini, ditinggal ke toilet
sebentar udah gak ada uangnya.” Tanya kakak menginvestigasi Hesa penuh curiga.
“Nggak-nggak mana ada aku ambil.” terbata-bata ia menjawab.
“Kakak
yakin kamu yang ambil uang kakakkan? Kakak laporin ke Ibu ya, awas aja kamu.”
Hesa pun mulai panik.
“Ibu!!!!!” teriak Kakak.
Ibu pun segera datang dari ruang Tengah “Ada apa sih kak
teriak-teriak kayak orang kesurupan saja kamu?”
“Uang kakak 10.000 ribu di atas kulkas diambil Hesa Bu,
padahal baru sebentar tadi kakak tinggal ke toilet.” Rengek kakak dengan nada
kesal, “Kakak begitu yakin Hesa yang mengambil karena dirumah ini kan tidak ada
siapa-siapa lagi selain kita.”
Akhirnya
Hesa pun dimarahi Ibu dan ia mengaku memang telah mengambil uang kakak untuk
membeli bakso, saat tadi tukang bakso lewat depan rumah.
“Seandainya
saja Ibu kasi uang jajan 20.000 ribu perhari pasti aku gak akan ambil uang
kakak untuk beli bakso.” Protes Hesa dengan mata yang berkaca-kaca lalu ia pun
berlari masuk ke kamar. Di dalam kamar Hesa pun menangis sejadi-jadinya hingga
terdengar suara tangisannya sampai keluar.
Hari ini
tanggal merah, kebetulan sekolah libur, setelah kenyang menyantap cemilan, dan
buah-buahan yang Ia ambil di kulkas tadi, Hesa pun memutuskan untuk pergi
berjalan-jalan keluar rumah. Cuaca mendung dengan angin yang bertiup lembut
memang saat yang pas untuk berjalan santai, setelah beberapa menit berjalan
tanpa terasa ia sampai di sebuah taman dekat rumah. Hesa melihat-lihat
sekeliling taman lalu pandangannya tertuju kepada satu anak laki-laki perawakannya
kecil dengan rambut ikal dan kulit yang sedikit sawo matang. Anak laki-laki itu
sedang melumuri badannya dengan cat berwarna silver. Setelah itu manusia silver
tersebut berjalan menuju arah lampu merah sambil membawa plastik berwarna
silver dan sebuah kecrekan yang sudah usang.
Hesa terus mengikuti anak tersebut dan menyaksikan bagaimana anak silver tersebut berusaha memperoleh pundi-pundi receh. Hingga satu kejadian yang membuat ia tersentuh dan menyesali aksi protesnya pada Ibu dengan pura-pura mogok makan selama 2 hari ini. Ia melihat bagaimana anak silver tersebut dengan gigih mengamen dari satu mobil ke mobil lain, lalu hasil dari ngamen tersebut ia gunakan untuk membeli makan, jika tidak bekerja sama artinya tidak dapat makan.
Hesapun
langsung pulang ke rumah dalam hatinya berkata “Aku harus bersyukur menajdi seorang anak mau makan tinggal buka kulkas
saja, tidak harus mengamen dulu atau melumuri badan ku dengan cat seperti anak
itu.” Sesampainya di rumah ia pun langsung meminta maaf kepada ibu dan kakak
atas kesalahan yang ia lakukan. Mulai sekarang Hesa bertekad menjadi orang yang
lebih baik dengan selalu bersyukur atas nikmat Tuhan yang telah ia terima
selama ini, bersyukur karena telah terlahir di keluarga yang berkecukupan. Sekarang
malah dengan uang jajan 10.000 yang diberikan per hari ia bisa menyisihkan 2000
untuk ditabung.
Komentar
Posting Komentar